KULIAH UMUM BARENG ABANG Go-Jek
Sumber gambar: Dokumen pribadi, 2015
Seperti biasa, hari sabtu selalu menjadi salah satu hari tersibuk bagi saya selama 1 tahun terakhir, dan abang - abang Go-Jek lah yang selalu setia menemani perjalanan saya di suasana sabtu yang tak menentu (Tak apa yang penting tidak kelabu...)
Pagi ini, dibawah guyuran hujan yang manja dan terlihat enggan reda untuk waktu yang cukup lama, saya memaksa tubuh ini bangkit dari rasa kantuk yang bergelayut memanjakan mata dan enggan beranjak di pagi buta. Ponsel sudah digenggam, dan abang Go-Jek telah mengirim pesan berisi ajakan untuk segera bertemu. Sejurus kemudian, aku menghampiri abang Go-Jek setelah membeli sebotol minuman pengusir kantuk.
Setelah kita berjumpa, abang ini langsung menuduhku sebagai orang Jawa Timur, saya jawab bukan, lalu dituduh lagi orang Solo, akhirnya saya jawab dengan bangga, "Saya Orang Brebes, Pak! 😁
(udah jen, langsung intinya aja -__-)
Baiklah, jadi begini ceritanya:
Berawal dari pertanyaan tersebut, abang gojek ini memperkenalkan diri.
Sebut saja beliau pak Wibi. Beliau merupakan seorang antropolog sekaligus pengajar seni teater di UIN. Beliau mewarisi darah seniman tulen, karena katanya semua keluarganya merupakan seniman.
Apa yang istimewa dengan bapak ini? Bagi saya, banyak. Rasanya tak cukup panjang waktu perjalanan saya untuk bisa berdiskusi dengan beliau.
Hal yang paling membuat saya takjub dari beliau adalah, beliau bisa lebih dari 7 bahasa di dunia! Inggris, sunda, jawa, Bali, mandarin, jepang, spanyol, perancis, dll. beserta accent dan gesturnya, Bro, dan tanpa kursus! Mau tau kenapa? karena dulu dia sempat melanglang buana +/- 160 negara di dunia. Beliau berasal dari keluarga biasa saja, namun beliau mau berjuang keras, hingga akhirnya bisa bekerja di kapal pesiar dan berkeliling dunia dengan dibayar! hehe...
Dalam diskusi yang singkat itu, saya sempat bertanya bagaimana beliau menguasai itu semua? Pak Wibi menjelaskan bahwa 90% bahasa adalah perasaan. Kita berbahasa berarti kita menyampaikan perasaan kita pada orang lain. Maka dari itu, ketika ada bule misalnya, lalu dia bisa berbahasa Indonesia dengan baik, atau mau belajar bahasa kita, kita jadi ikutan seneng, :')... Bahasa menurut beliau adalah produk dari kebudayaan di suatu masyarakat. Jadi, jika ingin belajar bahasa, belajar dulu budaya nya.
Lebih lanjut beliau bercerita tentang kegiatannya sebagai pengajar teater. Beliau mencintai seni, lebih dari itu, beliau mencintai hal-hal berkaitan dengan budaya, manusia dan rupa rupa keunikannya. Beliau mengaitkan teater dengan kehidupan. Menurutnya, kehidupan kita di dunia ini sebatas panggung sandiwara, dan Allah memberi peran dalam kehidupan kita dengan berbagai macam pilihan karakter, namun tetap dengan skenario yang sama. Setiap kita adalah aktor utama, sekaligus aktor pembantu di kehidupan orang lain. Kita boleh menjadi apa saja, (pejabat, guru, orang miskin, kaya dll.) namun Allah memberi kita akal dan fikiran untuk memilih, menjadi aktor dengan karakter apa saja, antagonis atau protagonis. :D
MasyAllah...
Perjalanan pagi ini begitu banyak memberi pelajaran, sekaligus membuka mata saya, bahwa ilmu bisa kita dapatkan di mana saja, kapan saja dan dari siapa saja.
Mengutip kata mutiara bahasa arab:
"Lihat apa yang dikatakan, dan jangan lihat siapa yang mengatakan"
Guru saya di SMA pernah berkata, sepanjang yang dikatakan seseorang adalah ilmu dan hal yang bermanfaat, maka ambillah sebanyak banyaknya, tanpa memandang dari siapa ilmu itu kita dapatkan.
Terimakasih pak, karena telah menjadi guru kehidupan saya hari ini.
Komentar
Posting Komentar