CARINGIN, DESA KECIL SEJUTA KENANGAN

Sebenarnya ini cuplikan artikel saya di buku KKN yang akan diserahkan ke PPM, tapi ya iseng sajalah saya post di sini. KKN ini dilaksanakan sekitar setahun lalu, tepatnya tanggal 25 Juli 2016.


a.             KKN, apasih?
Semester kali ini sangat berbeda dengan 5 semester sebelumnya, dimana saya sebagai anak biologi sejati senantiasa disibukkan dengan berbagai praktikum beserta laporan – laporannya. Mamasuki semester enam, kuliah menjadi semakin menantang dengan banyaknya tugas proposal dan presentasi, serta KKN. Menyadari adanya KKN di semester ini, terbersit dalam benak saya, bahwa saya bukan lagi mahasiswa yang hanya disibukkan dengan dua Tridharma perguruan tinggi seperti praktikum atau penelitian dan menghafal atau memahami slide dosen sebagai bagian dari proses belajar mengajar (pengajaran), lebih dari itu, ada salah satu kewajiban yang harus saya penuhi sebagai mahasiswa, Mengabdi. Suatu kewajiban seorang terididik, yang sejatinya paling utama namun seringkali terlupakan, dan dianggap hanya sebagai penggugur kewajiban semasa kuliah. Padahal menurut saya, KKN ini sebetulnya bisa menjadi penghubung antara masyarakat dan dunia pendidikan, pemberi pelajaran hidup yang nyata, serta bisa menjadi ladang untuk menebar manfaat kepada orang lain dengan ilmu yang sudah di dapat di bangku kuliah. Bukankah sebaik – baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain? Saya sungguh tak sabar!
Informasi mengenai KKN ini banyak saya dapatkan dari cerita kakak tingkat, website, serta isu – isu yang beredar antar mahasiswa semester 6. Pelaksanaan KKN - PPPM tahun ini cukup berbeda dengan tahun lalu, karena hamper semua sistem dirubah, dimana pemilihan anggota kelompok, pemilihan desa untuk pengabdian serta dosen pembimbing sepenuhnya dilakukan oleh PPM secara random. System tersebut nantinya akan mempertemukan saya dengan 10 orang lain dari jurusan yang berbeda denganku, dan mensyaratkan suatu kelompok untuk merencanakan beberapa kegiatan yang dibutuhkan di desa yang telah ditentukan selama satu bulan. 

b.            Kendala Terbesar di Benakku
Sebelum berangkat KKN, ada banyak hal yang ada dalam fikiranku, salah satunya yakni bagaimana nanti tanggapan masyarakat di Desa Caringin dengan adanya kelompok KKN ku, apa yang harus saya lakukan, serta bagaimana nantinya aku bersosialisasi dengan teman – teman KKN yang baru aku kenal. Ada begitu banyak kekhawatiran, namun pada akhirnya itu semua terlewati seiring berjalannya waktu.
Kemudian tibalah saatnya survey ke tempat KKN, yaitu desa Caringin. Ketika aku dan teman – teman survey, tak satupun dari kami yang tau bagaimana cara ke desa tersebut, akhirnya kami menggunakan Google Maps dengan sisa – sisa ingatan salah satu teman KKN ku, bermodal keberanian kita menerobos hujan, hingga baju yang basah kembali kering. 

c.             Kalian yang Terbaik
Kala itu, tepatnya tanggal 22 April 2016, PPM dalam websitenya telah menentukan kelompok KKN yang sudah sedari lama aku tunggu, antara takut, penasaran dan deg – degan, akan seperti apa wajahnya, bagaimana sifatnya dan dapatkah aku berbaur? Seperti halnya kelompok yang lain, kelompok ku terdiri dari 11 orang, yang terdiri atas 6 orang perempuan tangguh (fiah, dila, nisa, pipit, Irma, dan aku), serta 5 orang laki – laki yang menggemaskan (Irfan, Adit, Wafi, Satria dan Fazel).
Persiapan mau berangkat

kumpul pas makan doang :( (kadang sisanya pada pergi)
 
Siti Muntafiah, atau aku dan teman – teman biasa memanggilnya “Fiah”. Pertama kali aku bertemu dengannya, dia terlihat sangat kalem, bersemangat meskipun seringkali sedikit slow motion, dan kata – katanya terkadang lucu. Masih jelas dalam ingatanku, ketika kami rapat untuk pertama kali, lalu dia mengatakan “Ngerokok nya yang sopan ya!” sontak kami tertawa membayangkan bagaimana caranya. Selain itu, dia adalah teman yang sangat baik, ada saja yang bisa kita bicarakan setiap kali bertemu. Dia selalu bercerita tentang Kakaknya yang darinya aku juga tersihir dengan kata – kata bijak kakaknya. Oh ya, karena dia juga sekretaris, dia adalah orang yang paling rajin mengingatkan aku dan teman - teman untuk menyusun proposal, proker, laporan mingguan sampai laporan akhir, sehingga selalu ada senandung di malam minggu yang panjang hingga esok hari tiba. Begini bunyinya, “Ayo, laporan sudah dikerjakan belum?”, “terakhir dikumpulin malam ini ya!” “Ayo dikerjain laporannya biar cepet dikirim ke PPM”. Setelah beberapa waktu berteman dengannya, sekarang aku juga tahu, ternyata dia suka menyanyi, namun setiap kali dia menyanyi aku selalu ingin tertawa, apalagi ketika dia menyanyikan sebuah lagu yang entah apa judulnya, yang aku ingat hanya sepenggal lirik yang berbunyi “hatimu…”, mungkin karena aku merasa nadanya berubah dari mayor ke minor atau minor ke mayor secara tiba – tiba? Ah.. fiah, terimakasih… suaramu sudah menjadi pemecah suasana siang hari yang terik menjadi gelak tawa kala itu.

Fiah Irfan gendong anak orang, aku kasih isengin aja kasih nama anak mereka nanti "Aurelia aurita"
eh mereka malah seneng. padahal artinya ubur - ubur.. wkss

 
Fadilah Rahmi Karim, atau biasa dipanggil Dila. Temanku yang satu ini berasal dari Medan, “tapi dia bukan batak”, ingat, bukan Batak, tukasnya. Dia teman yang asyik, bersemangat, suka berdiskusi, organisatoris sejati, selalu punya ide kreatif dadakan ketika membuat suatu acara, dan bisa dibilang golongan orang – orang yang sangat peduli dengan kelompok KKN kami. Dila orang yang paling rajin bersih – bersih, paling tidak suka ada sesuatu yang tidak pada tempatnya. Dia akan secara otomatis membereskan charger – charger yang tidak terpakai lalu memberi peringatan di tembok, menyapu serta menggulung kembali kasur tempat kami tidur semalam. Dila juga sumber informan terpercaya, berita apapun dari kelompok lain bisa dia ketahui dengan cepat. Dila juga wonder woman di KKN ku, dia yang paling sering memboncengkan aku dan teman – teman perempuan bertiga sekaligus, ketika waktu – waktu genting kami dibutuhkan. Ia akan mengendarai motor kesayangannya secepat mungkin agar kami segera sampai di lokasi.

Khairunnisa Salimah atau biasa dipanggil Nisa. Nisa orang yang baik, cantik, sedikit agak jutek, tapi perhatian, dan paling rajin ke pasar untuk belanja. Diantara temanku dia salah satu yang paling unik, karena segala sesuatu dia perhitungkan, semuanya harus kebagian dan sama rata, begitupun kalau dia memasak, namun dia tidak suka dipanggil pelit, dia memanggil dirinya asketis. Contohnya, ketika memasak tempe goreng, dia akan menghitung jumlah orang kemudian mengirisnya dengan sangat tipis. Nisa juga sering mengganggap dirinya Chef Farah Queen ketika memasak, karena dapur kami menghadap langsung ke area persawahan yang hijau dengan udara yang sangat sejuk di pagi hari. Oh iya, ketika mengingat Nisa, aku pasti mengingat bakwan jagung buatannya serta bakpao Nutella yang dibeli dari warung yang menuju ke pasar Cisoka. Ya, bakwan jagung merupakan menu andalan Nisa, jika tidak distop, mungkin aku dan teman – teman akan memakan bakwan jagung yang gurih itu setiap hari. Adapun bakpao Nutella, itu sejatinya bakpao berisi cokelat yang menurut Nisa rasanya seenak Nutella, tapi kami kemudian sepakat menamai bakpao tersebut bakpao Nutella!
Irma Khairunnisa, aku biasa memanggilnya Irma. Irma orang yang paling santai diantara temanku yang lain, asyik, dan dia punya dua gigi kelinci yang lucu. Hal yang paling aku ingat dari Irma adalah ketika dia berkata, “Oke” namun dengan gayanya yang khas. Irma paling jago menggambar dan membuat kerajinan, setiap kali adik – adik ingin belajar menggambar, maka Irma lah yang akan ditugaskan untuk mengajari mereka.
Pipit Fitriyanti atau biasa dipanggil pipit. Pipit orang yang pendiam, pandai berbahasa arab, dan master chef kelompok ku. Ketika pipit yang memasak, semuanya menjadi terasa nikmat, masakan andalan pipit adalah tempe goreng tepung dan sambal yang super mantap, yang ia bilang itu resep dari ibunya. Ketika mengingat pipit, aku selalu ingat hari Jum’at, tanggal 19 Agustus 2016.
Irfan Farhani, biasa dipanggil Irfan. Pemimpin KKN Gemuntur yang baik hati, selalu mengalah, suka bercanda meskipun kadang sedikit garing, tidak tegaan dan dia suka sekali memasak empleng. Sebelumnya, aku tidak tahu makanan sepeerti apa itu, ternyata itu makanan yang terbuat dari tepung terigu yang dicampur dengan gula kemudian diberi sedikit air sehingga menjadi suatu adonan yang kemudian diberi irisan pisang di dalamnya, lalu digoreng di atas teplon. Dia bangun paling pagi diantara teman – teman laki – laki yang lain, sejurus kemudian tiba – tiba dia sudah berada di dapur sendirian, membuat kopi dan empleng untuk kami sarapan.
Aditya Warman Wibisono, atau Adit begitu aku memanggilnya. Adit adalah orang yang humoris, walaupun agak sedikit baper. Dia bisa menjadikan semua hal menjadi bahan tertawaan, selain itu dia juga disukai anak – anak karena cara mengajarnya yang asik dan juga pandai berbahasa inggris, karena dia juga dari jurusan Bahasa inggris, sayangnya ia agak sedikit malas jika diminta mengajar. Di Kelompokku, dia yang selalu membuat berbagai nama julukan untuk apapun yang ada di sekitar dia. Ada yang dia sebut sebagai sosis bakar bang Jakie, Ayam ninja, dan masih banyak lagi. Oh iya, hampir lupa, dia juga membuat suatu majlis di kelompok kami, bersama dengan nisa, dan sering menyebutnya dengan majlis aleksis? Entahlah…
Satria Ramadhan Syahbirin, laki – laki bermata sipit dan berdarah padang ini, biasa dipanggil Satria. Di kalangan para perempuan tangguh kelompokku, dia dinobatkan sebagai manusia tanpa salah, karena tingkah lakunya yang begitu menggemaskan. Menurutku, dia itu asyik, humoris, dan pencair suasana. Dia punya banyak sekali tebak – tebakan serta games yang mempersatukan kami, sehingga kehadirannya selalu dinanti. Ada game yang paling aku rindukan, yaitu “warewolf”, dimana inti dari permainan tersebut adalah bermain acting, belajar bersiasat dan menebak siapa pelaku pembunuhan (warewolf) di dalam game tersebut. Setiap kali memainkan game ini, dengan dia sebagai moderatornya, aku dan teman – teman selalu ketagihan. Satria juga suka membelikan makanan, dimana setiap kali dia kembali dari rumah, dia selalu membawa oleh – oleh, entah itu martabak manis rasa keju maupun coklat keju, ataupun rending daging special buatan ibunya, dan semua itu menjadi makanan favorit nan mewah bagi kami. Selain itu, dia selalu memuji masakan apapun yang dia makan, dan paling tidak tega jika ada makanan yang tidak termakan, oleh karena itu, dia dengan senang hati akan menawarkan dirinya menghabiskan makanan tersebut.
Abdul Wafi, laki – laki berkumis, pendiam, humoris, mempunyai kekasih bernama handphone dan powerbank. Ya, dua barang itu hampir tak pernah lepas dari genggamannya setiap waktu. Kemanapun dan sedang apapun, dia selalu membawa barang tersebut. Bahkan ketika aku baru pertama kali bertemu dengannya aku sempat berfikir dia adalah anak yang punya dunianya sendiri bersama gadgetnya itu. Namun, seiring berjalannya waktu kini aku juga tahu bahwa dia adalah orang yang humoris. Dia orang yang selalu memanggil teman ku termasuk aku dengan sebutan “Jawa”, dia selalu tertawa setiap aku dan Fiah mengobrol, karena menurutnya itu sangat medhok.
Ahmad Fazel, pendiam, datar, tapi paling sigap kalau diminta menjadi seksi peralatan bersamaan dengan Satria. Aku mengatakan dia datar, karena jarang tersenyum, dan kalau di foto pasti tanpa ekspresi alias datar. dia juga sering tiba – tiba pergi ke tempat kelompok lain untuk mandi atau tidur. Tapi biarpun begitu, dia juga sering membuat aku dan teman – teman tertawa karena candaan nya yang datar itu.
Begitu banyak kenangan yang terlukis di hari – hari itu, dan aku bersyukur telah dipertemukan dengan kalian di KKN ini. Ada saat dimana aku merasa kesal, sedih, bahagia dan haru bersama kalian. 

d.            Sepucuk asa di Caringin
Caringin merupakan desa yang indah, udara nya sangat sejuk ketika pertama kali ku membuka pintu kamar di pagi hari, sepanjang kaki melangkah, sejauh mata memandang, ku lihat barisan – barisan tanaman padi yang meghijau pada awalnya, sebulan kemudian berangsur – angsur menguning siap untuk dipanen. Pertama kali aku dan teman – teman tiba di Desa Caringin, tepatnya di Kp. Sukamulya malam harinya tempat KKN ku sudah dipenuhi anak – anak. Mereka sangat antusias untuk bermain sepertinya, dan itu terus berlangsung hingga akhirnya ada yang menegur mereka, sehingga mereka jadi jarang main. Mereka selalu datang ke basecamp, meski sekedar hanya untuk duduk dan mengamati apa yang kami lakukan, dan kalua tidak bisa ke tempat kami yang berada di lantai 2, mereka akan bermain kertas lipat yang diterbangkan ke arah basecamp untuk menarik perhatian kami.
Aku selalu suka dengan anak – anak, tak jarang aku menghabiskan minggu pagi ku untuk bermain bersama mereka menyusuri pekarangan, mencari belalang di sawah – sawah yang kemudian diakhiri dengan bermain kejar – kejaran di lapangan desa Caringin, tepatnya di Kp. Cibangke. Biasanya mereka (Rojak, Lupi, Idin, Epul, Kiki, Asep, dan Andi) akan menungguku dari sehabis subuh hingga jam 7 dengan sesekali melongok ke lantai 2 untuk melihatku bersiap – siap, lalu dengan malu – malu bertanya, “kak jadi main tidak?” Ah, aku rindu bermain sandal lempar bersama kalian.
 foto di sawah Caringin, ala - ala cover album :D

Selain itu, ada pula 3 gadis cilik yang selalu bersama menungguku sholat maghrib di mushola. Mereka adalah, Chika, Chaca, dan Allysya. Ketiga gadis ciliki ini, akan menunggu di mushola sedari jam 5 (sehabis bimbel) untuk sholat maghrib berjamaah bersamaku dan teman – teman. Ketika aku dan teman – teman datang, dengan sigap mereka meraih mukena kami, serta menggandeng tangan kami satu persatu, lalu menggelarkan sajadah kami tepat di sisi mereka masing – masing. Mereka sangat manja, dan juga baik. Mereka memberiku kenang – kenangan berupa jepit rambut dan juga bross berlambang ikan lumba – lumba, dan aku sangat menyukainya.
menjelang maghrib, selfie dulu bareng (Chika Allysya)
 
Caringin sendiri secara administrative, dibagi menjadi 5 RW (rukun warga) yang masing – masing terdiri atas 5 RT (Rukun tetangga). Berdasarkan hasil pengamatan saya, desa Caringin merupakan desa yang sudah cukup bagus, namun masih belum merata dalam hal perekonomian maupun pendidikan. Ada wilayah desa Caringin yang rata – rata masyarakatnya sudah mampu, namun ada juga yang masih berada dalam garis kemiskinan. Hasil wawancara saya dengan salah satu warga desa mengantarkanku pada kesimpulan bahwa pendidikan di sana memang perlu perhatian khusus, agar orientasi masyarakat bukan hanya sekedar mendapatan uang untuk kehidupan yang lebih baik. Hal tersebut tercermin dari banyaknya anak yang tidak melanjutakan sekolah karena terbuai bekerja di pabrik. Selain itu, belum adanya papan nama jalan di Desa tersebut, padahal sering dilewati pemudik ketika mencari jalan alternative, serta adanya permasalahan kebersihan lingkungan seperti kebiasaan membuang sampah sembarangan. Oleh karena itu mereka butuh orang – orang yang peduli terhadap lingkungan mereka, yakni masyarakat itu sendiri.
Ada banyak orang yang aku temui di Desa Caringin, salah satunya orang – orang penting di desa tersebut. Penting dalam hal ini bukan dalam artian mereka adalah pemegang jabatan di pemerintahan, namun lebih karena kontribusi mereka kepada masyarakat yang tak akan pernah bisa digantikan dengan materi sekalipun. Pak Kyai Zuhri, beliau merupakan salah satu pemuka agama di Desa Caringin. Beliau merupakan pengasuh pondok pesantren Assalafi sekaligus ketua yayasan Al – Hasimiyah yang berada di desa Caringin. Kontribusi beliau di desa ini cukup besar, karena berkat beliau, desa Caringin yang dulunya marak akan perjudian kemudian perlahan – lahan meninggalkan kebiasaan tersebut dan beralih ke kehidupan yang lebih baik secara agama. Di dalam pesantren tersebut juga dilengkapi dengan fasilitas MCK dekat dengan tempat wudhu. MCK tersebut biasa digunakan oleh masyarakat sekitar untuk mandi dan mencuci karena tidak adanya MCK di rumah mereka.
Kepala sekolah SDI Al-Hasimiyah, beliau orang yang sangat bersahaja, dan merupakan menantu dari pak Kyai Zuhri. SDI Al – hasimiyah sendiri merupakan sekolah swasta yang tidak membebankan biaya sekolah untuk muridnya alias gratis, namun dengan segala keterbatasannya aku masih melihat setitik asa, dan cita – cita dari wajah – wajah mungil siswa – siswinya. Kepala sekolah SDI Al- hAsimiyah, beliau juga merupakan golongan orang – orang yang peduli dengan desa Caringin. Karena keprihatinan beliau akan pendidikan di daerah tersebut, terutama di Kp. Sukamulya, hingga saat ini beliau masih menjadi kepala sekolah demi mencerdaskan anak – anak di desa caringin, terutama di Kp. Sukamulya meskipun dengan segala keterbatasannya.
Ibu Aan, pemilik PAUD Al – Qomari di daerah Kp. Pasir Kacapi desa Caringin. Aku juga mengagumi sosok beliau, namun aku menyesal, mengapa aku baru mengenal sosoknya lebih jauh sesaat sebelum aku menyelesaikan KKN. belai merupakan orang yang juga berkontribusi banyak untuk desa Caringin dalam hal pendidikan anak usia dini. Cita – cita beliau begitu mulia, yakni mencerdasrkan anak – anak di desa caringin. Beliau secara sukarela mengajar anak – anak usia dini agar memperoleh pendidikan yang layak, meskipun dengan tenaga pengajar yang amat minim, dan seringkali berganti patner mengajar karena kebanyakan dari mereka tidak merasa memperoleh gaji yang cukup dan lebih memilih bekerja di pabrik. Hal tersebut bisa dipahami, karena kebanyakan yang mendaftar berasal dari keluarga yang kurang mampu, namun ibu Aan masih terus semangat menjalankan dan menghidupkan PAUD tersebut lillahi ta’ala.
Apa yang telah beliau lakukan untuk masyarakat desa Caringin, sontak seakan menamparku berkali – kali. Itu membuatku bertanya pada diri sendiri, kontribusi ­­­apa yang sudah aku berikan untuk daerah ku? Untuk lingkunganku? Sudahkan lingkunganku memperoleh manfaat dari ilmu yang aku dapatkan selama ini? Di situ aku tersadar dan kembali ingat akan kata – kata salah satu sastrawan Indonesia yakni Pramoedya Ananta Toer, bahwa mendidik adalah kewajiban bagi orang yang terdidik. Ada amanah yang harus saya laksanakan, yakni memberi kebermanfaatan bagi diriku dan juga orang – orang di sekitarku, selain itu aku jadi menjadi tergerak untuk kembali ke kampung halaman dan membangun serta memajukan kampung halaman ku sendiri nantinya.

e.             Baktiku untuk Caringin
Melihat kondisi Caringin yang sudah disebutkan di atas, dalam bidang kebersihan kelompokku berinisiatif untuk membuat tempat sampah agar ada tempat yang lebih terkelola dengan baik sebagai tempat pembuangan sampah sementara sebelum akhirnya dimusnahkan. Selain itu, kelompokku juga membuat plang papan nama jalan, yang diharapkan dapat membantu orang – orang yang membutuhkan seperti halnya pemudik, agar tidak tersesat. Selain itu, dalam bidang pendidikan, akhirnya kami membangun taman baca masyarakat (TBM), yang tujuannya bukan hanya untuk mencerdaskan anak – anak di Desa caringin, namun untuk selaluruh warga Desa Caringin, yang mau dan ingin belajar dari membaca buku, kami juga mengadakan bimbel serta tour ke sekolah – sekolah SD untuk memberi mereka semangat baru, semangat untuk bercita – cita, sekaligus mewujudkan cita – cita tersebut, melalui program Inspiring Day. Tidak banyak memang yang sudah aku dan kelompokku lakukan untuk desa Caringin ini. Namun, kami berharap, itu bisa menjadi kebahagiaan, dan memberi nilai kemanfaatan baik untuk kami maupun untuk mereka agar bisa menjadi desa yang lebih baik. Adapun, jika aku diberi kesempatan untuk berkontribusi lagi di Desa Caringin, rasanya aku ingin membuat banyak sekali MCK untuk orang – orang di sana.
Caringin, begitu banyak yang telah kulalui di sana. Semoga jika suatu saat nanti aku diizinkan kembali, aku ingin melihatmu menjadi desa yang lebih… lebih.. lebih baik lagi, biar ku lihat lagi wajah – wajah anak yang lebih bahagia, karena bekerja di pabrik, tapi sebagai manusia yang bebas, yang lebih maju, lebih berdedikasi untuk bersama – bersama membangun mu menjadi hunian yang lebih baik. Aaamiin…

Komentar

Postingan Populer